Fitofarmaka, Jaminan Kualitas Obat Herbal untuk Kesehatan Anda

Fitofarmaka | Arti

Fitofarmaka adalah obat tradisional yang dibuat dari bahan alam namun dengan proses pembuatan yang sudah mengenal teknologi. Sehingga, fitofarmaka bisa dikombinasikan dengan obat-obatan modern di era sekarang. Tidak hanya dengan proses yang sudah berstandar atau pun modern, fitofarmaka juga ditunjang dengan beberapa uji klinis seperti uji klinik pada manusia dengan kriteria memenuhi syarat ilmiah, protokol uji yang telah disetujui, pelaksana yang kompeten, memenuhi prinsip etika, tempat pelaksanaan uji memenuhi syarat. Singkatnya obat herbal ini dilengkapi dengan dokumen pendukung soal efektivitas dan keamanannya.

Fitofarmaka | Jenjang Obat Herbal

Perlu Anda ketahui, bahwa obat herbal memiliki beberapa tingkatanFitofarmaka merupakan tingkatan obat herbal yang tertinggi. Sementara untuk tingkatan obat herbal yang rendah adalahjamu dan tingkatan di atas jamu adalah obat herbal terstandar (OHT). Hal ini karena proses pembuatan fitofarmaka sudah modern meskipun dengan bahan alam yang sama. Di Negara Indonesia sendiri, fitofarmaka lebih terkenal dengan sebutan tanaman obat. Dan Indonesia menempati posisi kedua, yakni negaa terkaya dengan keakenaragaman hayati yang bermanfaat untuk kesehatan serta kesejahteraan penduduknya.

Fitofarmaka | Kembali Ke Alami

Adanya isu tentang back to nature dan harga obat yang akan naik di tengah-tengah krisis ekonomi, penggunaan tanaman herbal menjadi salah satu alternative yang banyak di pilih oleh masyarakat dunia, khususnya Indonesia. Selain dikenal lebih aman dan tidak memiliki efek samping, tanaman herbal mudah ditemukan di beberapa daerah. Bagi mereka yang masih berada di pedalaman, budaya dengan menggunakan tanaman hebal untuk mengobati jenis-jenis penyakit tertentu masih dilakukan dan bertahan hingga sekarang. Tadinya, obat-obatan dari tanaman herbal adalah resep turun temurun yang sudah berkembang di setiap Negara maju atau pun Negara berkembang. Namun, dengan meningkatkanya kebutuhan serta keinginan untuk lebih praktis mendapatkan obat herbal, maka dunia industry mulai mengolah tanaman herbal dengan cara yang lebih modern dan menjadikannya obat-obatan dalam bentuk kapsul atau pun kaplet. Latar belakang inilah yang kemudian mendasari lahirnya fitofarmaka.
Fitofarmaka | Indonesia
Di Indoneisa, terdapat lima jenis tanaman herbal yang termasuk dalam kategori fatofarmaka. Namun, dari data yang didapat Badan Pengawas Obat dan Makanan pada tahun 2003, terdapat Sembilan jenis tanaman yang masuk ke dalam golongan ini. Namun ada 18 jenis tanaman obat yang siap masuk ke dalam golongan fitofarmaka, yakni brotowali (antimalaria antidiabetic), kuwalot (antimalaria), akar kucing (anti asam urat), sambiloto (antimalaria), johar (perlindungan hati), biji papaya (kesuburan), daging biji bagore (antimalaria), daun paliasa (perlindungan hati), makuto dewo (perlindungan hati), daun kepel (asam urat), akar senggugu (sesak napas), seledri (batu ginjal), Gandarusa (KB lelaki), daun johar (anti malaria), mengkudu (dermatitis), mengkudu rimpang jahe (anti TBC), umbi lapis kucai (anti hipertensi), jati belanda & jambu biji (pelangsing).
Namun, sayangnya, informasi tentang fitofarmaka masih sangat kurang. Sehingga, masyarakat masih sering mengkonsumsi obat herbal atau pun jamu-jamuan yang diramu sendiri. Padahal, dilihat dari proses pembuatannya, maka jenis fitofarmaka lebih aman daripada pengolahan jamu dan obat herbal. Karena sebelum dikenalkan di pasaran, fitofarmaka melewati beberapa uji coba yang disebutkan di atas. Dan jenis obat ini memiliki kriteris untuk obat herbal yang bisa masuk ke dalam golongan fitofarmaka, yakni harus melewati standar persyaratan mutu, aman dan sesuai dengan persyaratan yang diajukan, khasiat yang terkandung pada obat yang merupakan calon fitofarmaka harus dibuktikan secara ilmiah dengan melakukan beberapa uji klinik, dan calon fitofarmaka harus melakukan standarisasi bahan baku yang digunakan.
Fitofarmaka | Tahap-Tahap Pengujian
Depertemen Kesehatan Republik Indonesia merumuskan tahap-tahap pengembangan dan pengujian fitofarmaka sebagai berikut :
  1. bulletTahap seleksi calon fitofarmaka
    Ini adalah skala prioritas yang harus dipenuhi oleh calon fitofarmaka mengenai pemilihan jenis bahan alam yang akan diteliti.
    • Obat alami calon fitofarmaka merupakan obat alternative untuk penyakit-penyakit yang belum ada sebelumnya atau jenis penyakit yang masih sulit ditemukan cara pengobatannya.
    • Obat alami calon fitofarmaka memilii manfaat dan berkhasiat berdasarkan pengalaman pemakaian empiris.
    • Obat alami calon fitofarmaka diharapkan mampu mengobati jenis penyakit-penyakit utama.
    • Terdapat catatan ada atau tidak ada efek keracunan akut (single dose), spectrum toksisitas jika ada, dan sistem organ yang mana yang paling peka terhadap efek keracunan tersebut (pra klinik, in vivo).
    • Terdapat juga catatab ada atau tidaknya efek farmalogi calon fitofarmaka yang mengarah ke khasiat terapetik (pra klinik in vivo)
  2. bulletTahap Biological screening calon fitofarmaka
  3. bulletTahap penelitian farmakodinamik calon fitofarmaka
    Ini merupakan tahap di mana calon fitofarmaka apakah memiliki pengaruh terhadap masing-masing system biologis organ tubuh
    • Pra klinik, in vivo dan in vitro
    • Calon fitofarmaka harus melewati tahap ini untuk mengetahui mekanisme calon fitofarmaka lebih rinci dan detail.
    • Toksisitas ubkronis
    • Toksisitas akut
    • Toksisitas khas/khusus
  4. bulletTahap pengujian toksisitas lanjut (multiple doses) calon fitoifarmaka
  5. bulletTahap pengembangan sediaan (formulasi) bahan calon fitofarmaka
    • Mengetahui bentuk-bentuk sediaan yang memenuhi syarat mutu, keamaanan, dan criteria yang ditentukan untuk pemakaian pada manusia
    • Tata laksana teknologi dalam rangka uji klinik
    • Teknologi farmasi tahap awal
    • Pembakuan (standarisasi): simplisia, ekstrak, sediiaan OA
    • Parameter sediaan mutu : bahan baku OA, ekstrak, sediaan OA
  6. bulletTahap uji klinik manusia yang dilakukan secara 4 fase
    • Dilakukan pada sukarelawan sehat
    • Dilakukan pada pasien terbatas
    • Dilakukan pada pasien dalam jumlah lebih besar daripada fase dua
    • Post marketing survailance, untuk melihat kemungkinan efek samping yang tidak terkendali saat uji praklinik maupun uji klinik fase 1 hingga 3.

Leave a Reply